ahlan wasahlan....

ahlan wasahlan para pecinta Allah dan pecinta Rasulullah ......

tentang sabar

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany memberikan petuahnya pada Ahad, 17 Syawal 545 H :
Ya Allah, berikanlah tambahan nikmat ta’dlim kepada Nabi Muhammad.
“Dan tuangkanlah kesabaran atas diri kami ,dan kokohkanlah pendirian kami..” (QS. Al Baqarah:250),
dan banyak pemberian Mu kepada kami dan berilah kami rezeki untuk bersyukur atas rezeki itu. Dan seterusnya, kemudian Beliau berkata :
(Wahai kaum ku) bersabarlah karena dunia ini –semuanya- merupakan malapetaka dan bencana. Dan sangat langka selain hal itu. Tidak ada suatu kenikmatan, kecuali ia bersebelahan dengan kesengsaraan. Tidak ada kesenangan kecuali disertai kesusahan. Tidak ada keleluasaan kecuali disertai kesempitan. Berikan dunia untuk hidupmu dan raihlah bagianmu –darinya- dengan tangan syar’i. Karena ia merupakan penawar dalam memperoleh apa yang diraih dalam dunia ini.

(Wahai sahaya) ambillah bagianmu dengan ketentuan syar’i, jika engkau seorang murid. Dan dengan ketentuan perintah, jika engkau termasuk orang khusus yang benar. Dan dengan kekusaan Allah, jika engkau merupakan seorang yang tunduk, selalu menemani dan mendekati Allah. Dengan suatu tuntunan kepadamu, dan perintah yang memerintah dan melarangmu, dan perbuatan yang mendekatkanmu ke mulutmu.

Manusia terbagi ke dalam 3 macam : umum, khusus, dan khususnya khusus.
Kelompok umum (aam) adalah kaum muslimin yang bertaqwa, menggenggam syari’ah di tangannya, memegangnya dan tidak melepaskannya, selalu melaksanakannya sesuai firman Allah dalam surah Al Hasyr ayat 7, yang artinya
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”
Jika semua ini telah sempurna –sesuai dengan hak-haknya dan diamalkan lahir batin- maka jadilah hati itu menjadi hati yang terang dan mempunyai mata hati. Maka jika ia mengambil sesuatu dengan tangan syar’i, maka kayalah hatinya dan mencari ilham dari Al Haq, karena inspirasi Allah merata bagi semua manusia, segala sesuatu. Allah berfirman dalam surah Asy Syams ayat 8 yang artinya
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.”
Maka bertaqwalah hatinya dan memandang kepada inspirasi Allah. Sementara tanda-tandanya adalah pengambilannya terhadap suatu perintah dari sisi lahirnya. Dalam arti bahwa semua yang ada dalam bursa kehidupan ini merupakan miliknya dan dengan kekuatannya. Kemudian ia kembali dan mencari penerang dari cahaya hatinya dan melihat apa yang ada di sisinya –tentang hal ini-. Ini semua hanya dapat dilakukan setelah membenamkan dirinya dalam semua amalan syari’ah, ketika iman tauhidnya menjadi kuat sesudah hatinya terlepas dari dunia, makhluk, menaklukan padang pasir dan menyebrangi samuderanya. Setelah itu datanglah cahaya penerang, datanglah cahaya iman, cahaya kedekatan kepada Allah, cahaya amal, cahaya sabar, cahaya kasih sayang dan ketentraman. Semua ini merupakan buah dari melaksanakan semua hak-hak syari’ah dan berkah mengikutinya.
Adapun para Wali Abdal, yaitu orang yang khusus dari yang khusus, mereka mencari fatwa syari’ah kemudian memandang kepada perintah Allah, perbuatan, dinamika, dan inspirasi Allah.
Adapun mereka yang tidak termasuk dalam kelompok ini, merupakan suatu kerusakan di atas kerusakan, derita dalam derita, haram di dalam keharaman. Kepusingan di dalam kepala agama, bisul yang timbul di hati agama, dan penyakit paru-paru yang timbul dalam tubuh agama.

(Wahai kaumku) pemberian Nya kepadamu adalah untuk mengamati bagaimana kamu menggunakannya. Apakah engkau menetapkannya atau mengubahnya? Apakah engkau membenarkannya atau mendustakannya? Siapapun yang tidak sesuai kodratnya, dia tidak akan mendapat pershabatan dan pertolongan. Siapapun yang tidak rela dengan suatu keputusan, berarti ia tidak suka kepada Nya. Siapapun yang tidak member, tidak akan diberi. Siapapun yang tidak berdosa, tidak akan disiksa. Wahai bodoh, engkau menghendaki perubahan dan penggantian. Bukankah engkau berarti seakan Tuhan yang kedua yang menghendaki Allah untuk mengikutimu. Ini merupakan suatu kontradikti. Baliklah, maka ia akan menjadi benar. Andaikata tidak ada beberapa ketentuan, maka engkau tidak akan mengetahui pengakuan yang dusta. Dalam suatu percobaan tampak mana yang mutiara. Ingkarilah nafsumu yang mengingkari Al Haq. Jika engkau mampu mengingkari nafsumu, maka engkau mampu mengingkari yang lain. Dengan kemampuan dari kuatnya iman, hilanglah kemungkaran. Dan dengan iman yang lemah, maka kemungkaran itu akan duduk manis di rumahmu, dan engkau membisu dari menyingkirkannya. Keteguhan iman, itulah yang akan mampu bertahan menghadapi syaitannya manusia dan jin, dialah yang mampu bertahan menghadapi cobaan, malapetaka. Sementara keteguhan imanmu, tidak mempunyai kemampuan, maka janganlah engkau mengaku sebagai orang beriman. Bencilah segalanya dan cintailah Pencipta segala sesuatu. Maka jika Ia berkehendak, Ia akan membuat engkau dicintai oleh sesuatu yang engkau bencisehingga engkau menjadi penjaga sesuatu itu.. karena Dia lah yang memberikan cinta, bukan dirimu. Karena itulah Rasulullah bersabda:
“Dicintakanlah kepadaku dari dunia kalian ada tiga : Wewangian, wanita, dan dijadikannya kesejukan mataku di dalam shalat”
Dicintakan kepadanya setelah ia membenci, meninggalkan, dan berpaling darinya. Kosongkanlah hatimu dari selain Dirinya sehingga dicintakan kepadamu apa yang Dia kehendaki..

[diambil dari buku 'nasehat-nasehat wali Allah', Syaikh Abdul Qadir Al Jailany, Penerbit Husaini, Bandung:1995, hlm.62]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

10 hal yang dibenci Allah

Ada sepuluh hal yang Allah sangat benci yang tidak seharusnya kita terjerat di dalam perangkapnya :

1. Kikirnya orang-orang kaya
2. Takabburnya orang-orang miskin
3. Rakusnya para ulama
4. Minimnya rasa malu para wanita
5. Suka dunia orang-orang yang sudah tua renta
6. Malasnya para pemuda
7. Kejinya para penguasa
8. Pengecutnya para tentara perang
9. Ujubnya para zahid
10. Riya'nya para ahli ibadah

Orang-orang kaya itu dihadirkan untuk membei bantuan dan meringankan orang lain, meringankan beban orang-orang tak berdaya sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang Allah berikan kepadanya. Kekayaan yang mereka miliki jangan sampai terkonsentrasi pada dirinya dan tidak bisa dinikmati oleh orang lain. Bahkan menurut Rasulullah, cukuplah sebuah dosa bagi seseorang yang tidur kekenyangan sementara tetangganya mengerang kelaparan. Kepedulian sosial adalah bagian sangat penting dalam ajaran Islam yang harus senantiasa dikibarkan panji-panjinya. Orang yang tidak pernah terlibat merasakan denyut nadi perasaan orang lain sesungguhnya dia bukan bagian dari mereka. Barang siapa yang tidak pernah peduli pada masalah-masalah kaum muslimin maka sesungguhnya dia bukan bagian bagian dari mereka.

منن أصبح لا يهتم بالمسلمين فليس منهم

Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum muslimin maka dia bukan bagian dari mereka (HR. Hakim).

Kikirnya orang-orang kaya akan menyumbat kesejahteraan sosial yang menjadi pilar besar ajaran Islam.

وأى داء أدوى من البخل

Lalu penyakit apa lagi yang lebih berbahaya daripada sifat kikir (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Adapun takabburnya orang-orang miskin adalah penyakit yang sulit dimengerti. Apa yang mendorong dirinya menjadi takabbur. Padahal harta tidak punya, kekayaan tidak melimpah. Rumah morat marit, kendaraan sudah berumur. Lalu apa yang membuat mereka sombong? Padahal orang kaya berharta saja yang memiliki kekayaan dan harta berlimpah tidak boleh menyombongkan diri kepada siapa saja. Sebab Allah sangat tidak menyukai perilaku sombong itu karena dia termasuk sifat yang melekat pada Iblis, yang karenanya dia dilaknat Allah dan diusir dari surga serta akan dikekalkan dalam neraka. Simaklah firman Allah berikut ini :

واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا وبالوالدين إحسانا وبذي القربى واليتامى والمساكين والجار ذي القربى والجار الجنب والصاحب بالجنب وابن السبيل وما ملكت أيمانكم إن الله لا يحب من كان مختالا فخورا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (An-Nisaa' : 36).

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (Lukman : 18).

Kesombongan hanya akan menyesakkan dada pelakunya dan memuakkan orang yang dihadapinya. Kesombongan hanya akan merenggangkan keakraban yang selama ini sudah terbina. Kesombongan hanya akan membuat jiwa tidak terkontrol sehingga meremehkan setiap orang yang dihadapinya. Sungguh lebih gila jika kesombongan itu dilakukan oleh orang-orang miskin papa yang tidak memiliki apa-apa. Beda antara harga diri dengan kesombongan. Harga diri adalah mempertahakan kehormatan diri jika dihina sedangkan sombong adalah meremehkan sesama.

Sedangkan para ulama dihadirkan untuk menghadirkan contoh sifat qana'ah dan tidak rakus pada dunia. Ulama sebagai penyeru akhlak dan moralitas hendaknya menyadari bahwa dirinya ditatap, disorot dan diamati oleh sekian ribu mata yang senantiasa menanti perilaku lurusnya. Ulama tidak dilahirkan untuk rakus pada dunia. Sebagai pewaris para Nabi sudah sepantasnya mereka tidak terlalu berpikir mewariskan dunia pada anak-anaknya namun yang dia pikirkan bagimana mewariskan ilmu pada generasinya.



Manusia-manusia yang bukan ulama saja tidak boleh tamak pada dunia apalagi ulama yang seharusnya menjadi contoh bagi mereka. Rakus pada dunia mematikan perburuan pada akhirat dan melemahkan ummat ini. Para pecinta dunia akan terkena penyakit ganas yang disebut dengan"wahn" cinta cinta dunia over-dosis dan takut mati over-dosis.

Para ulama pecinta dunia hampir bisa dipastikan mereka akan kehilangan karisma dan martabat keulamaannya dan akan mendapat gelar "ulama dunia" atau sering pula disebut dengan ulama suu', ulama buruk.

ويل لأمتى من علماء السوء يتخذون هذا العلم تجارة يبيعونها من أمراء زمانهم ربحا لأنفسهم لا أربح الله تجارتهم

Celakalah bagi ummatku dari ulama buruk yang menjadikan agama ini sebagai komoditas, yang mereka jual pada para penguasa mereka di zamannya demi meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Allah pasti tidak akan menjadikan bisnis mereka memperoleh keuntungan (HR. Hakim).

Wanita, fitrahnya dihadirkan dengan rasa malu yang luar biasa. Dari cara mereka bicara, cara mereka memandang, cara mereka berjalan ada sentuhan-sentuhan kelembutan yang luar biasa yang menggambarkan bahwa mereka adalah seorang wanita. Wanita dicipta untuk melahirkan kelembutan-kelembutan yang terefleksi dari perilaku mereka yang senantiasa berhiaskan rasa malu. Maka jika seorang wanit sedikit rasa malunya, dunia akan menjadi tidak seimbang lagi. Karena sisi positif wanita telah kehilangan ikatannya. Wanita masa kini tidak lagi merasa memamerkan auratnya di depan laki-laki asing.

Maka jangan heran jika Allah murka karena maksiat mereka. Padahal kita bisa belajar dari apa yang dilakukan oleh dua anak gadis Nabi Syu'aib tatkala mereka mau mengambil air di sebuah sumur lalu keduanya bertemu Musa, sosok wanita ideal yang saat ini tidak pernah lagi jadi perbincangan. Allah berfirman : Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dzalim itu". (Al-Qashahs : 25). Malu adalah mahkota seorang wanita, dan kehilangan rasa malu sama dengan kehilangan mahkotanya. Dan secara otomatis hilang pula harga dirinya.

Orang tua renta sudah seharusnya mempersiapkan segala hal untuk kematiannya. Kerentaannya hendaknya memberikan peringatan keras bahwa dia telah dekat untuk menuju ambang kematian. Dia telah jauh berjalan menemupuh liku-liku dunia dan semua uji cobanya. Rambut yang menguban, gigi yang bertanggalan, tulang-belulang yang mulai keroposan adalah sebagai pengingat bahwa kematian akan segera menjelang, menjemputnya bersama ketuaan yang sudah disandang.

Orang tua yang masih senang dunia, mabuk di dalamnya, berebut kenikmatannya yang hanya sementara tentu saja sangat Allah benci. Apakah mereka tidak sadar bahwa dunia akan segera ditinggalkannya, lalu untuk apa dia masih berburu dunia dengan penuh tamak dan cinta yang melampui batas.

Adapun masa muda adalah masa paling produktif dalam kehidupan manusia. Masa muda adalah masa gelora kehidupan mereka. Masa muda adalah masa penentuan masa depan yang sesungghnya. Maka malasnya pemuda adalah alamat awal dari suram dan buramnya masa depan mereka. Gelap dan gulitanya hari-hari ke depan mereka. Manusia yang tidak memiliki awal yang cemerlang biasanya sulit menuai cahaya di ujung kehidupan. Pemuda tiang sebuah bangsa.





Maju dan tidaknya sebuah bangsa berada pada produktivitas mereka, sedangkan bangkrut dan hancurnya sebuah negara ada pada kemalasan mereka. Islam di awal-awal bangkit karena dukungan para pemuda enerjik yang anti kemalasan. Siang mereka adalah kerja keras dan malam mereka adalah ibadah malam.

Rasulullah menghimpun orang-orang mulia dalam tujuh golongan diantaranya adalah pemuda yang enerjik. Rasulullah bersabda :

سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله إمام عادل وشاب نشأ في عبادة الله ورجل قلبه معلق بالمسجد إذا خرج منه حتى يعود إليه ورجلان تحابا في الله فاجتمعا على ذلك وافترقا عليه ورجل ذكر الله خاليا ففاضت عيناه ورجل دعته امرأة ذات منصب وجمال فقال إني أخاف الله رب العالمين ورجل تصدق بصدقة فأخفاها حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه

Tujuh golongan orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah. Peminpin yang adil, pemuda yang tumbuh berkembang dalam beribadah kepada Allah, lelaki yang hatinya senantiasa terpaut ke mesjid tatkala dia keluar darinya hingga dia balik kembali, dua lelaki yang saling mencinta karena Allah. Dia berkumpul karenanya dan berpisah karenanya pula. Lelaki yang mengingat Allah sendirian kemudian kedua matanya mengalirkan air mata, lelaki yang dipanggil oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan dan cantik lalu dia berkata : Sesunggguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam, seseorang yang bersedekah lalu dia menyembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya (HR. Malik, Tirmidzi, Bukhari Muslim).

Peminpin sebagaimana diisyaratkan hadits di atas juga seharusnya berbuat adil bukan berlaku kejam agar mereka mendapat naungan Allah di hari kiamat. Keadilan mereka sangat ditunggu dan dirindu oleh rakyat. Karena harapan keadilan memang bertumpu pada para penguasa itu. Keadilan adalam dambaan setiap orang, cita setiap insan. Tatkala seorang penguasa yang seharus adil berubah menjadi keji maka kemurkaan Allah yang demikianpedih telah menunggu mereka. Karena Allah sangat tidak suka pada mereka yang berbuat zhalim. Allah berfirman : Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang dzalim (Ali Imran : 151).

Para prajurit yang berlaga di medan perang adalah manusia-manusia pilihan untuk melakukan pembelaan terhadap agama mereka. Maka harus tidak ada dalam jiwa mereka rasa pengecut dan gentar saat menghadapi musuh sebesar apapun jumlah musuh yang ada di depan mereka. Selengkap apapun peralatan musuh yang mereka miliki. Jiwa prajurit adalah jiwa ksatria yang pantang menyerah pada musuh.

Jiwa prajurit tidak pernah menyimpan sikap pengecut dalam kamus hidup mereka. Sikap pengecut hanya akan menjadi virus yang menularkan kegentaran pada prajurit lain dan akan merusak semangat juang mereka. Oleh sebab itulah sungguhh sangat hina manusia-manusia yang melarikan diri pada saat perang sedang berkecamuk. Allah berfirman : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur) (Al-Anfaal : 15).

Ujub adalah penyakit hati yang bisa menyerang siapa saja. Tidak terkecuali pada zahid yang banyak menghindari dunia dan lebih dekat pada akhirat. Namun kezahidan mereka akan menuai murka Allah jika dalam kezahidan itu bergemuruh ujub yang membuncah dalam ucapan dan perilaku mereka.

Rasulullah bersabda :

ثلاث مهلكات : شح مطاع ، وهوى متبع ، وإعجاب المرء بنفسه

Tiga perkara yang menghancurkan : kekikiran yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti dan ujub dengan pendapat sendiri (HR. Bazzar dan Ath-Thabrani).

Yang tak kalah sengitnya akan mendapatkan murka Allah adalah mereka yang menyatakan diri sebagai ahli ibadah namun riya' menyelimuti seluruh ritual ibadahnya, mengiringi setiap langkah ibadahnya. Pujian selalu dia harapkan dari mulut manusia, pujaan selalu mereka dambakan dari lisan mereka. Sungguh celakalah mereka karena sesungguhnya riya' itulah syirik kecil yang sangat diwanti-wanti oleh Rasulullah agar kita meninggalkannya.

Maka, jika kita menjadi orang kaya dermawanlah pada sesama. Jika kita ditakdirkan menjadi seorang miskin lebih rendah hatilah pada manusia. Jka kita menjadi ulama janganlah rakus pada dunia. Jika Anda seorang wanita maka ingat bahwa mahkota Anda ada pada rasa malu Anda. Jika kita telah tua renta maka segeralah rakus pada akhirat. Jika jika masih muda maka semangatlah bekerja untuk mengisi amanah khilafah di dunia yang Allah bebankan kepada Allah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Apa itu Ratib??

Pengertian secara Istilah

Kumpulan lafadz ayat Quran, dzikir dan doa yang disusun sedemikian rupa dan dibaca secara rutin dan teratur. Boleh dibilang bahwa rati itu artinya adalah kumpulan doa dan dzikir yang dibaca rutin.

Kalau kita ke toko buku Islam, pasti kita akan mendapatkan begitu banyak buku yang isinya kumpulan doa dan dzikir. Tentu saja versinya sangat banyak, sesuai dengan latar belakang masing-masing penyusun.

Meurut Habib Mundzir, pimpinan majelis Rasulullah, karena kumpulan doa ini semakin menyebar dan meluas, dan memang dibaca secara berkesinambungan, maka digelari Ratib, lalu dialek kita menamakannya Ratiban, doa ratib, ratib haddad, ratib alatas dan gelar gelar lainnya. Padahal mereka yang merangkumnya itu tak menamakannya demikian, namun bahasa sebutan dari waktu ke waktu yang menamakannya dengan nama itu.

Ratib Pengganti Hiburan

Dalam sejarah, ratib kemudian dijadikan salah satu pendekatan moderat untuk menggantikan budaya pesta dan hura-hura yang kurang bermanfaat. Dahulu setiap ada hajatan apapun seperti perkawinan, membangun rumah, atau apa saja, dimeriahkan dengan berbagai pesta seperti nanggap wayang, ndangdutan, menggelar layar tancap, saweran, sajenan, judi bahkan mabuk mabukan dan lain sebagainya.

Maka para juru dakwah di masa itu pelan-pelan mengarahkan agar setiap acara dibacakan dzikir, baik sebagai tasyakur dan doa mohon keselamatan. Lalu jadilah ratib dibaca di berbagai hajatan.

Latar Belakang Disusunnya Ratib Al-Haddad

Sebuah sumber menyebutkan bahwa ratib ini disusun untuk menunaikan permintaan salah seorang murid sang penyusun, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut.

Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut ialah sebagai suatu wirid dan zikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu. Pertama kalinya Ratib ini dibaca di kampung ‘Amir sendiri, yaitu di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Setelah itu Ratib ini dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim.

Pada tahun 1072 Hijriah (1661 Masehi). Biasanya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah sholat Isya’. Pada bulan Ramadhan dibaca sebelum sholat Isya’ untuk memberi kelonggaran waktu menunaikan sholat Tarawih.

Di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan daripada pengaruh sesat tersebut.

Ketika Imam Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah Haji, Ratib Al-Haddad pun mula dibaca di Makkah dan Madinah. Sehingga saat ini Ratib tersebut dibaca setiap malam di Bab al-Safa di Makkah dan Bab al-Rahmah di Madinah. Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi pernah menyatakan bahawa siapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman dengan terus membaca “ La ilaha illallah” hingga seratus kali (walaupun pada kebiasaannya dibaca lima puluh kali), ia mungkin dikurniakan dengan pengalaman yang di luar dugaannya.


wallahua'lam bissawab

[diambil dari facebook Ratib Al Haddad]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

keutamaan siwak


Keutamaan Bersiwak


Di zaman sekarang ini sudah sulit sekali kita melaksanakan sunnah Rasulullah dan banyak sekali sunnah Rasulullah yang kita tinggalkan, diantaranya adalah bersiwak.
Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang artinya “sesungguhnya jika tidak aku beratkan umatku untuk bersiwak setiap sholat maka akan kuwajibkan untuk bersiwak (al-hadits)”.
Dalam kitab Muqoddimah Alhadromiyah karangan ulama besar yaitu Syekh Abdurrahman Bafadhol, disebutkan bahwasanya disunnahkan bersiwak pada setiap saat dan sangat disunnahkan ketika : berwudhu, sholat pada setiap akan takbirotul ihram, hendak membaca Al-quran dan Al-hadits, berdzikir, dan tatkala mulai menguningnya gigi.
Juga disunnahkan ketika masuk rumah,b angun dari tidur,h endak tidur, serta pada setiap keadaan dimana mulut berubah (baunya).
Dimana dalam kitab tersebut kayu arak adalah paling utama (sebagai siwak) kemudian kayu kurma.
Dan dijelaskan pula banyak sekali manfaat siwak yang diantaranya yaitu :
  1. Dalam hadits diriwayakan sholat dengan siwak itu lebih utama dari pada 70x sholat tanpa bersiwak.
  2. Menguatkan pandangan mata
  3. Menguatkan gusi dan memutihkan gigi
  4. Mengharumkan mulut dan menghilangkan lender di gigi
  5. Melambatkan tumbuhnya uban
  6. Menguatkan lambung
  7. Allah meridhoi orang yang bersiwak serta malaikat gembira dengan orang tsb
  8. Dalam ilmu kedokteran siwak mengandung vit.c

Semoga dengan kita mengetahui sunnah dan keutamaan bersiwak kita dapat mangamalkannya agar kita dapat mendapatkan keberkahan dari ilmu yang kita dapat.

Wallahua’lam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

PUTUS ASA SYAITON

Putus asanya syaiton terhadap umat Nabi Muhammad SAW

Suatu ketika di zaman Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, dikala beliau sedang menuju ke masjid beliau melihat syaiton dalam keadaan muka yang pucat, badannya yang kurus dan pundaknya yang bengkok.
Lalu Tuan Syekh berkata kepada syaiton tersebut, "hai syaiton, kenapa muka engkau pucat ?"
Dan Syaithon pun menjawab, "begini Tuan Syekh aku pucat dikala aku menunggu orangtua yang sedikit lagi mati dan aku menggodanya agar dia mati dalam su’ul khotimah, tetapi aku pucat dikala dia membacakan “Yaa Allah biha Yaa Allah biha Yaa Allah Bi khusnil khotimah” dan aku takut ia mati khusnul khotimah, karena itulah aku pucat."

"Lalu mengapa engkau kurus ?"
"begini Tuan Syekh aku bangga dan sehat tubuhku bila seorang anak cucu adam dan umat Muhammad dikala ia makan dan minum tidak membaca nama Tuhannya tetapi aku kurus bila ada diantara mereka yang kugoda tetapi setiap ia makan dan minum dia membaca “Bismillahirrahmanirrahiim” , sebab inilah aku menjadi kurus."

"Dan mengapa engkau bengkok?"
"begini Tuan Syekh aku adalah penggoda dan selalu menjadi penggoda, kuberatkan ia untuk shalat, puasa, dan menginggat Allah khususnya ku goda bagi mereka yang muda, kumasuki hawa nafsunya untuk tidak sujud kepada Tuhannya dan tidak mencintai kepada Nabinya, aku merasa terbebani bila ada seorang pemuda yang ku goda langkahnya dan ku goda nafsunya untuk jauh dari ilmu tetapi ia melawannya dan bengkoklah aku dikala ia duduk dimajlis ilmu menyebut-nyebut nama Tuhannya dan menyebut-nyebut nama Muhammad, terbebani aku terbebani seakan aku membawa gunung di pundakku, tapi ingatlah wahai Tuan Syekh jika ia melanggar perintah Allah dan Muhammad Rasulnya ketahuilah bahwa aku adalah sahabat dekatnya dan tidak akan aku biarkan ia bersamamu"
Maka Tuan Syekh berkata, "aku berlindung dari godaan syaiton yang terkutuk, enyahlah engkau!". Maka tertawalah ia (syaiton) lalu pergi..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

siapa ulama penerus Nabi saw?

Allah SWT Berfirman : “Aku akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu”.
Nabi SAW bersabda : “Ulama adalah pewaris-pewaris Rasulullah SAW”


Di dalam Al-Qur`an dan Hadits di atas banyak pendapat bahwa Ulama adalah penerus Nabi Muhammad SAW yang diteruskan oleh sahabat-sahabatnya, diantaranya :

1. Sayyidina Abubakar Assiddiq RA
2. Sayyidina Umar bin Khatab RA
3. Sayyidina Ustman bin Affan RA
4. Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA

Setelah kewafatan para sahabat periwayat-periwayat hadits dan Al-Qur`an diteruskan oleh para ulama, diantaranya :

1. Imam Maliki
2. Imam Hambali
3. Imam Syafi`i
4. Imam Hanafi

Seluruh Imam ini penerus Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan tentang Allah dan Rasulullah SAW. Sampai hari ini, ajaran merekapun dilanjutkan oleh pengikut-pengikut mereka. Terutama di negeri kita Indonesia kebanyakan pengikut Imam Syafi`i.
Siapa Imam Syafi`i?
Beliau seorang ahli Fiqih, Tauhid dan Tasawuf. Hampir kurang lebih 150 Fak ilmu beliau kuasai. Karena kepintarannya beliau dijuluki Imam. Ajaran beliau di Indonesia khususnya mengajak kepada umat Rasulullah SAW untuk :

1. Tawakal (Menyerahkan diri kepada Allah SWT)
2. Qana`ah (Menerima sifat seadanya yang datang dari Allah SWT)
3. Wara’ (Berhati-hati didalam menjalankan agama)
4. Yakin (Percaya kepada Allah SWT dan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW)

Beliau menceritakan tentang Tawakal dalam kitab Tauhidnya, Qana`ah dalam kitab Fiqihnya, Wara' dalam kitab Tasawufnya dan Yakin dalam kitab Dzikirnya. Kesemua ini ilmu-ilmu beliau digunakan oleh para Wali-Wali Songo yang ada di Indonesia dan dibawa olehnya, diantara dzikir-dzikir yang dibawa oleh Imam Syafi`i dan para Wali Songo yang diteruskan olehnya :

1. Pembacaan Dzikir-dzikir shalat sunah maupun shalat wajib.
2. Pembacaan sejarah ringkas Nabi Muhammad SAW

Ajaran beliau diterima oleh seluruh rakyat Indonesia yang dibawa oleh para Wali Songo sampai ajaran ini dinamakan Ahlu Sunnah Wal Jama`ah yang diteruskan oleh Ulama-Ulama, Kyai dan para Habaib pada tahun 600 Hijriyah.

Ulama-ulama, kyai diseluruh Indonesia yang ber-Mahzab Imam Syafi`i menyebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi khususnya kota Jakarta bersama para Habaib. Jadi ajaran Imam Syafi`I telah lebih dahulu masuk ke negeri Indonesia sebelum ajaran-ajaran lain yang sudah demikian banyak di negeri Indonesia ini. Ajaran Imam Syafi`i lebih dikenal dekat oleh masyarakat dalam bentuk :

1. Pembacaan Yasin dan Tahlil
2. Pembacaan Ratib
3. Pembacaan Maulid
4. Pembacaan Manaqib Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
5. Majlis-majlis ta`lim kitab kuning (penafsiran Al-Qur`an dan Hadits)
6. Memakai Usholi jika shalat
7. Memakai Qunut jika shalat Shubuh.

Dan masih banyak lagi yang lain yang berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits Rasulullah SAW yang beliau bawa. Maka inilah yang disebut penerus-penerus ulama Rasulullah SAW yang wajib kita sebagai umat Islam tidak terpecah belah, ajaran-ajaran yang baru yang akan melupakan kita kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dan para ulama yang membawa jasa seperti Imam Syafi`i dan para Wali Songo.

Demikianlah pengertian ulama-ulama Rasulullah yang wajib kita contohi dan kita ikuti agar kita selamat dari azab Allah SWT dan azab yang ada di dunia dan di akherat. Jadikanlah perbedaan itu bukan perpecahan karena Nabi SAW bersabda : “Apabila diakhir hayatnya manusia mengucapkan kalimat Laa IlahaIlallah maka dia terhitung manusia yang diridhoi Allah dalam khusnul khotimah”. Karena Allah SWT berfirman : ”Tidak ada pemaksaan di dalam agama”

Ummat Islam harus waspada terhadap hasutan dan usaha-usaha (sisa-sisa usaha) penjajah dan antek-antek Yahudi yang tidak menyenangi/ menghendaki kebesaran Islam dan Muslimin dan berupaya menghancurkan serta menghapuskan kawan-kawan Muslimin yang menjadi tujuan serta program dari mereka (Yahudi), Allah SWT berfirman : “Dan tidak akan pernah ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani sampai kita mengikuti agama mereka”(QS Al-Baqarah 120). Dengan bermacam-macam dan berganti-ganti cara serta berusaha menunggangi/ memperalat orang Islam itu sendiri untuk memutuskan jalur silaturahmi ummat dengan Nabinya, Ulamanya dan Pemimpinnya baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.

Himbauan :
Carilah jalan yang telah bersambung kepada Al-Qur`an, Hadits, Ijma' dan Kias (contoh-contoh agama), melalui silsilah atau urutan ilmu yang tidak terputus dari Shalafuna Sholeh hingga kepada Rasulullah SAW, maka niscaya kita akan selamat di dunia dan di akhirat.


[Diambil dari habaib.org]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

apa itu ahlusunnah wal jama'ah??

Ahlusunnah wal jama’ah adalah salah satu jalan pendekatan diri kepada Allah SWT yang perpegang kepada 4 (empat) :
1. Al-Qur’an
2. Hadits
3. Ijma’
4. Qiyas
Arti Ahlussunnah wal jama’ah itu sendiri diambil dari Hadits Rasulullah SAW yang beliau sabdakan :
“Islam akan menjadi terbagi menjadi 73 golongan, satu golongan yang masuk surga tanpa di hisab”, sahabat berkata : siapakah golongan tersebut ya Rasulullah ?, Nabi bersabda : “ Ahlussunnah wal jama’ah“.
Yang kita tanyakan, apa itu Ahlussunnah wal jama’ah ?
Semua golongan mengaku dirinya Ahlussunnah tetapi sebenarnya mereka bukan Ahlussunnah wal jama’ah karena banyak hal-hal yang mereka langgar yang mereka jalankan di dalam ajaran agama Islam, tetapi tetap mereka mengakui diri mereka yang benar. Sebenarnya kita harus mengetahui apa yang kita pelajari di dalam agama Islam atau yang kita amalkan di dalam Islam maka kita akan mengetahui kebenarannya di dalam ajaran Ahlussunnah wal jama’ah. Allah SWT telah mengucapkan di dalam surat Al Fatihah pada ayat yang 5 dan ayat yang ke 6, Allah SWT mengucapkan di dalam ayat yang ke 5 jalan yang lurus dan pada ayat yang ke 6 jalan-jalan mereka, yang kita tanyakan siapa mereka-mereka itu ?

Ulama Ahlussunnah wal jama’ah mereka bersepakat :
1. Mereka adalah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabatnya
2. Penerus sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang dinamakan Tabi’in
3. Tabi’-tabi’in adalah pengikut yang mengikuti orang yang belajar kepada
sahabat Rasulullah SAW.
4. Dan para ulama sholihin.

Yang ditanyakan siapa mereka para ulama sholihin itu ?

Ulama sholihin adalah ulama-ulama yang mengikuti jejak mereka di atas yang 3 dan ulama ini sangat banyak sekali di muka bumi maka mereka menamai dirinya atau golongannya dengan nama “Ahlussunnah wal jama’ah ”.
Apa yang mereka ajarkan ?
Kita akan mengenalkan mereka dengan kitab-kitabnya yang telah tersebar luas di dunia seperti Imam Ghozali, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Maliki dan banyak daripada itu pula dari keturunan Rasulullah SAW yang menamai julukan mereka habaib atau habib, diantara mereka adalah Al habib Abdullah Bin Alwi Al Haddad yang satu diantara karangannya adalah Nashoihuddiyyah dan banyak lagi yang lainnya.

Cara-cara mereka akan lebih dekat kita kenal dengan amalan-amalan mereka yang sering kita dapati di tiap-tiap wilayah diantaranya mereka mendirikan perkumpulan dengan pembacaan sejarah Nabi Muhammad SAW yang dinamakan dengan “Maulid” dan pembacaan Do`a Qunut, Tahlil, Ratib, Ziarah Kubur, Pengadaan Haul para Aulia, Ini diantara amalan-amalan Ahli Sunah Wal Jama`ah.

Maka jika dijelaskan sangat panjang, silahkan anda membaca kitab/buku-buku yang dikarang oleh mereka dari karangan-karangan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW, kita akan mengetahui kebenaran ilmu mereka maka kita harus prihatin di zaman ini banyak sekali golongan-golongan yang akan menyesatkan umat manusia karena kebodohan dan kurangnya pengertian jalan yang mereka ikuti sehingga mereka terjerumus kedalam jalan golongan-golongan yang sesat, maka berhati-hatilah membawa diri kita dan keluarga kita agar kita tidak terjerumus kedalam golongan yang tidak ada jaminan dari Rasulullah SAW.


[diambil dari Majelis ta’lim nurul musthofa]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

ulama dan para wali

Ulama (jama` dari orang alim), Ulama bisa dibilang Ulama bila dia telah memahami 3 hal :

1. Ilmu Syariat

2. Ilmu Thariqat

3. Ilmu Haqeqat

Sesungguhnya ulama telah disebutkan di dalam Al-Qur`an dan Hadits Nabi SAW bahwa Allah SWT akan mengangkat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu.

Nabi SAW bersabda : “Ulama warisannya para nabi” dan Nabi SAW bersabda yang diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud : “Wahai Ibnu Mas`ud, duduknya kamu satu jam di majlisnya orang alim, tidak memegang pena atau pulpen dan tidak menulis satu huruf pun maka lebih baik kamu daripada kamu memerdekakan seribu orang budak, dan melihatnya kamu ke wajah orang alim, maka lebih baik kamu dari pada kamu menyedekahkan seribu kuda di jalan Allah SWT dan mencium tangannya orang alim, maka lebih baik kamu dari pada kamu beribadah seribu tahun”.

Berkata Nabi SAW : “Satu orang ahli ilmu seperti ulama yang waro (apik) lebih ditakutkan syaiton dari pada seribu orang ahli ibadah yang bersungguh-sungguh tetapi dia bodoh”.

Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang mencari ilmu kepada seorang ulama maka Allah akan mengampuni dosanya sebelum dia melangkah”.

Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang memandang kepada seorang alim dengan memandang pandangan gembira, maka Allah SWT menjadikan pandangannya dengan Allah menciptakan para Malaikat yang khusus untuk memintakan ampun kepada Allah untuk orang yang memandang ulama”.

Berkata Nabi SAW : “Barang siapa yang memuliakan orang alim, maka dia telah memuliakan aku, dan barang siapa yang telah memuliakan aku, maka dia telah memuliakan Allah, barang siapa yang telah memuliakan Allah maka tempatnya adalah di syurga”.

Berkata Nabi SAW : “Tidurnya orang alim lebih baik dari pada ibadahnya orang jahil atau bodoh”.

Jelas hadits di atas bahwa ulama adalah kekasih Allah SWT dan kekasih Nabi SAW, Ulama-ulama Nabi Muhammad SAW adalah ulama yang mengajak umat mengajarkan kepada kebesaran Allah SWT dan mengikuti sunah-sunah Rasulullah SAW serta menerangkan kepada mereka tentang :

1. Ilmu Wajib

2. Ilmu Sunah

3. Ilmu Makruh

4. Ilmu Mubah

5. Ilmu Subhat

Di dalam ilmu syari`at, thareqat dan haqeqat.

Hakekatnya tugas ulama kepada orang awam adalah mengajarkan bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, agar ketauhidan dan keyakinan mereka tidak berubah dari kemegahan dunia serta isinya.

Apakah Para Wali Itu ?

Aulia atau Wali adalah ulama yang mengamalkan ilmu Allah SWT, ada yang diberi dan ada yang harus dengan belajar.



Aulia atau Wali adalah karunia dari Allah yang tidak bisa dicita-citakan untuk orang tersebut menjadi wali. Para Aulia atau Wali mereka kebanyakan beristiqomah/konsisten/kontinyu di dalam mengamalkan amal ibadah kepada Allah SWT, tetapi Aulia ini dibagi 2 :

1. Aulia atau Wali yang di mulai dengan menuntut ilmu

Aulia atau Wali ini akan lebih dipelihara oleh Allah SWT dengan ilmu yang dimilikinya karena dia memahami karunia yang telah diberikanNya, maka dia akan menjaga dengan sebaik-baiknya, menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Allah SWT berfirman : ”Sesungguhnya para wali-wali Allah tidak merasakan takut dan tidak merasakan sedih”.

Ayat di atas jelas bahwa Allah SWT ridho kepadanya dan dia ridho kepada Allah SWT, baik apa yang Allah berikan kesenangan maupun kesusahan, tidak ada di hati para Wali Allah itu mengeluh karena mereka selalu bersyukur dan hari-harinya bertambah kebaikan sehingga Allah memberikan kelas yang tinggi disisi-Nya dengan beberapa macam kelas, para Wali Allah itu seperti ilmu padi, hati mereka makin terisi dengan cahaya, maka makin tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah SWT.

Sesungguhnya telah jelas para Wali-wali Allah di dalam sabda Nabi SAW bahwa Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya bila seseorang hamba Allah dicintai oleh-Nya maka Allah akan menjadikan matanya adalah mata-Ku, kupingnya adalah kuping-Ku, mulutnya adalah mulut-Ku dan gerakannya adalah gerakan-Ku dan barang siapa yang mengganggunya maka dia siap berperang dengan-Ku”.

Maka demikian itu Allah memberikan kelebihan kepada mereka berupa kelebihan yang diluar akal manusia yang dinamai dengan “Karomah”.

Karomah

Karomah atau sering disebut dengan Keramat (Kemuliaan), kemuliaan disebabkan karena pengamalan ilmu mereka sehingga menimbulkan efek-efek kebaikan, mereka tidak rela melihat orang-orang fukoro atau masakin kesusahan, mereka selalu menjaga anak-anak yatim dan banyak sekali amal kebaikan yang menimbulkan karomah atau kemuliaan.

Sebagian dari ulama menafsirkan bahwa karomah atau kemuliaan Allah berikan kepada para Wali-wali Allah seperti hal-hal yang tidak diberikan kepada hamba-hamba Allah yang biasa seperti contohnya : ada mereka yang bisa menyembuhkan orang yang buta, ada mereka yang bisa berjalan di air atau di udara atau hal-hal yang diluar kebiasaan manusia, akan tetapi hakekatnya bahwa para wali Allah itu mulia karena mereka memuliakan undang-undang Allah SWT. Diantara mereka banyak sekali dan tidak terhitung jumlahnya dan tidak ada satu orang walipun yang mengakui dirinya wali.

2. Aulia atau Wali yang diberikan dengan karunia Allah tanpa belajar

Ada pula Aulia atau Wali yang diberikan dengan karunia Allah tanpa belajar tetapi banyak dari pada mereka yang tidak bisa menjaganya seperti contohnya Barsesoh yang diberikan kemuliaan semua muridnya bisa terbang, akan tetapi karena tidak memiliki ilmu dia menghalalkan segala cara sehingga dia mati dalam keadaan yang buruk.

Maka kesimpulannya adalah bahwa ilmu itu diatas segala-galanya.


[diambil dari majlis ta'lim nurul musthofa]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Bidadari Surga

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka"

Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga."

Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur.

Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ."
"Assalamu’alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah.

Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..."

Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama".

Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. ( Irsyadul Ibad ).


[diambil dari majlis ta'lim nurul musthofa]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

wafatnya baginda Rasulullah saw

Detik-detik kewafatan Rasulullah SAW telah tiba. Rasulullah SAW menyandarkan tubuhnya yang suci ke pangkuan Sayyidah `Aisyah. Tatkala itu, masuklah Abdurrahman dan Abubakar dan ditangannya ada sepotong siwak. Dengan matanya yang indah, Rasulullah SAW memandangi siwak tersebut dan menunjukkan bahwa beliau menginginkannya. Kemudian Sayyidah ‘Aisyah berkata kepada Rasulullah : “Wahai Rasulullah maukah aku ambilkan siwak ini untukmu ?” Beliau pun menganggukkan kepalanya bertanda mengiyakan. Kemudian Sayyidah ‘Aisyah pun mengambil siwak tersebut dan mengunyah ujungnya sampai lunak kemudian memberikannya kepada Rasulullah. Dan Rasulullah pun bersiwak dengan cara yang paling baik sebagaimana lazimnya dilakukan oleh beliau kala sehatnya. Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkan kewajahnya sambil berkata : “La ilaaha illallah, sesungguhnya kematian itu mengalami saat-saat yang pedih”.

Tak berselang lama selesai bersiwak , saat itu kepala Rasulullah berada di pangkuan Sayyidah ‘Aisyah dan Sayyidah ‘Aisyah merasakan beratnya kepala Rasulullah di pangkuannya. Terlihat Baginda Rasul mengangkat kedua tangannya dan menatapkan pandangan ke atas, ke dua bibirnya bergerak dan Sayyidah ‘Aisyah mendengarkannya beliau berkata lirih : “bersama-sama dengan orang-orang yang telah engkau anugerahi nikmat, yaitu para Nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Ya Allah, ampunilah dan kasihanilah aku, pertemukan aku dengan kekasih Yang Maha Tinggi , Ya Allah Kekasih Yang Maha Tinggi”.

Beliau mengulangi kalimat yang terakhir ini tiga kali, kemudian ke dua mata Rasulullah terpejam dan suara beliau pun tak terdengar lagi. Ruh suci beliau naik menuju kekasih Yang Maha Tinggi, Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Sesungguhnya kita milik Allah dan kita pun akan kembali kepada-Nya.

Rasulullah wafat pada waktu dhuha musim panas, hari senin 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriah. Usia beliau saat itu telah mencapai enam puluh tiga tahun lebih empat hari.


[diambil dari majlis ta'lim nurul musthofa]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

berkah birrul walidain

Kalam Habib Segaf bin Muhammad bin Umar as-Segaf

Syahdan, Pada suatu kamis pagi, Al-Qutub Habib Segaf bin Muhammad bin Umar as-Segaf, memberikan dars ilmiah bertema bakti kepada kedua orang tua di majlis taklimnya, di kubah Habib Abdullah bin Ali as-Segaf yang di simak bejibun orang.

Ia membuka darsnya dengan memberikan tahdir (peringatan) kepada hadirin, “Hati-hati. Jangan pernah mendurhakai kedua orang tua. Sebab amarah mereka memantik azab Allah SWT yang kontan, tidak ditunda. Jika mau, kutunjukkan kepada kalian orang-orang yang dulunya durhaka kepada orang tua agar kalian tahu bagaimana kenaasan kini selalu menggelayuti mereka.” Habib Segaf mengulang ancamannya ini berkali-kali dengan amat serius. Beliau terus melanjutkan, “Barangsiapa menghendaki kebahagiaan di dunia dan akhirat, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya. Sungguh, aku telah merasakannya.” Kemudian beliau menyebut sejumlah nama dari orang-orang yang dikenal berbakti kepada orang tua disertai kisah bahagianya, berkat orang tua tentunya.
“Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap kedua orang tuanya, kelak akan dibalas oleh anak-anaknya. Demi Allah, aku telah menyaksikan semua itu dengan jelas.” Jelas Habib Segaf.


HAKIKAT BIRRUL WALIDAIN
“Meminta yang berlebihan kepada kedua orang tua termasuk durhaka.” lanjut beliau. “Bakti dalam hati lebih utama dari bakti dengan tingkah laku. Maksudnya, rasa bakti dan hormat kepada orang tua harus terus bersemayam di hati, sedang lisan dan tubuh sekadar pelaksana. Dalam keyakinanku, bakti yang hakiki adalah menempatkan orang tua diatas diri kita sendiri, bahkan anak-anak kita. Hatta seumpama kita disuruh memilih, siapa yang sebaiknya meninggal, anak atau orang tua kita, Maka, meninggalnya anak kita lebih kita harap daripada meninggalnya orang tua kita. Nah inilah birrul walidain yang sejati.
Jangan sangsi, kebahagiaan abadi bakal diraih dengan bakti kepada orang tua. Mereka, para pemilik mata batin menyaksikan sendiri bukti shahihnya.
Coba perhatikan firman Allah SWT berikut ini,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Lukman;14)
Di ayat ini Allah SWT memakai redaksi (wa) yang berarti “dan” sebagai konjungsi, bukan (tsumma) yang berarti “kemudian”. Maksudnya kurang lebih-wallahu a’lam, syukur kepada Allah SWT tidaklah cukup bila tidak beriring dengan syukur kepada kedua orang tua. Sebab mereka berdua berperan sebagai sebab wujudnya kita.
Barangsiapa menelaahi al-Qur’an dan mencermati kandungan ayat-ayatnya dengan seksama, ia akan yakin bahwa bakti kepada kedua orang tua adalah sumber segala kebajikan dan merupakan amal yang paling utama. Dalam risalah qusairiyah diceritakan, dahulu ada seorang lelaki yang suka berbuat nista. Hari-harinya selalu diisi dengan maksiat. Suatu hari ia sakit parah. Merasa ajalnya dekat, ia berwasiat kepada ibundanya. “Wahai ibuku, jika aku mati, jangan beritahu siapapun perihal kematianku, sebab semua orang sudah pasti bakal mencelaku. Aku mohon juga, injakkan kaki ibu di salah satu telingaku, lalu berujarlah, “ini balasan orang bejat yang suka bermaksiat.” Lalu bayarlah beberapa orang untuk memandikan, mengkafani lalu menguburkanku. Jika aku sudah di dalam kubur, berdirilah di kuburanku dan berserulah tiga kali, “Wahai tuhanku, sesungguhnya aku meridhai anakku ini. maka, ridhailah dia!”

Ketika si anak meninggal, sang ibu melaksanakan semua wasiatnya. Terakhir, ia berdiri di atas pusara buah hatinya dan menyerukan kalimat yang telah dipesankan seraya menengadahkan tangan. Tak dinyana, baru saja sang ibu selesai munajat, ia mendengar kumandang suara dari langit. “Aku ridha kepada anakmu”
Aku ketengahkan kisah ini kembali sebagai teladan bagi kalian yang mengharapkan kebahagiaan akhirat. Soalnya, kini kebanyakan dari kita sudah lupa akan nilai birrul walidain. Padahal, kebanyakan musibah dan bencana yang menimpa kita saat ini adalah akibat perbuatan durhaka kepada ibu-bapak. Ya, saat ini uququl walidain merajalela. Jadinya, orang-orang masa kini tak mendapatkan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat.

Durhaka kepada kedua orang tua tergolong dosa besar. Tak ada amal yang bisa menebusnya, kecuali tobat yang benar-benar tulus. Maka, kuperingatkan diriku sendiri secara khusus, serta semua orang, agar berusaha sekuat tenaga berbakti kepada orang tua selagi masih ada, kedua-duanya atau salah satunya. Sebab tak lama lagi mereka akan meninggalkan kita. Mari manfaatkan kesempatan yang ada untuk berbakti, agar kita beruntung di dunia dan akhirat.

birr walidain, HARTA ATAU IBU!
Suatu kali, aku berjalan mengiringi guruku, Habib Hamid bin Umar. Pada kesempatan itu, beliau membicarakan ihwal birrul walidain dengan panjang lebar. Kemudian beliau berkisah mengenai dua lelaki bersaudara dengan ibu mereka yang memiliki harta lumayan melimpah. Mereka berunding, kira-kira sang ibu yang kini menua akan tinggal bersama siapa. Salah satu dari mereka usul, “Begini saja. Ibu tinggal bersamamu. Sedang seluruh harta kubawa, atau sebaliknya. Mana yang kau pilih?” lelaki satunya dengan lugas menjawab, “Kamu bawa saja ibu. Sedang harta itu bersamaku.” Saudaranya menjawab, “Baiklah, terimakasih”

Usai sekian lama, lelaki yang membawa harta benda mengalami kebangkrutan hingga jatuh miskin, sedang lelaki yang merawat ibunya lambat laun menjadi kaya raya hingga mampu membeli seluruh harta ibunya yang diambil saudaranya. “Lihat, kini ibu beserta harta bersamaku. Sedang kamu, tak beribu dan tak berharta.” Selorohnya. Lihat dan camkan betapa agungnya berkah birrul walidain.

Bila kalian merasa durhaka kepada orang tua, sementara mereka telah meninggal dunia, kalian bisa menebusnya dengan menyambung tali kekerabatan mereka atau menganjangsanai sahabat-sahabat mereka. Bisa juga dengan bersedekah yang pahalanya diperuntukkan mereka, banyak-banyak beristighfar untuk mereka, dan menyesali perbuatan durhaka kalian dulu. Mudah-mudahan dengan semua itu kalian bisa dimaafkan oleh Allah SWT hingga dimasukkan dalam golongan orang-orang yang berbakti kepada orang tua.

Ayahandaku pernah berwasiat, “Anak-anakku. Yang kuberikan kepada kalian hanyalah niat yang baik. Aku tak pernah memukul atau menghardik kalian. Yang ditakdirkan baik, biarlah jadi baik. Tak pernah aku memerintahkan kalian, sekalipun untuk menuangkan air. Sebab aku takut dan iba, barangkali kalian akan enggan hingga bisa dinilai durhaka karenanya.”
Lihatlah bentuk rahmat dan kasih sayang para salaf kepada anak-anak mereka. Perhatikan, bagaimana tarbiyah mereka memupuk pekerti anak-anak agar benih-benih durhaka tidak bersemi di hati mereka sejak dini. Baginda Rasul SAW bersabda, “Allah SWT merahmati seorang ayah yang membantu putranya berbakti.” Dari hadis ini kita bisa menarik simpul kesadaran, bahwa perlu pula bagi orang tua untuk menjaga sikap dan mendidik anak-anak agar mereka tidak durhaka. Toh durhaka itu akan berimbas pada dirinya sendiri.” Siapa menanam, dia menuai..
subhanallah..
:)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Menghargai orang lain apa adanya

Termasuk menentang takdir adalah manakala seseorang menjelekkan saudaranya dengan perkara (catat) yang di luar kehendaknya

(Imam Abdullah Al Haddad)

Dalam bentang kehidupan umat manusia pasti ada yang hidup dalam keadaan sehat, sakit, kaya, miskin, demikian seterusnya rona-rona hidup. Mereka ada yang catat, postur tubuhnya kurus kerempeng, atawa hidup dalam kepapaan. Akan tetapi semuanya tidak dinilai oleh Allah dari segi fisiknya.

Maka dari itu, setiap sikap yang berwujud dalam meremehkan, menghina dan memandang sebelah mata orang-orang yang cacat, sakit, dan miskin di atas termasuk tindakan yang berbahaya yaitu menentang takdir.

Siagakan diri kita dari menghina orang lain. Tidak ada jaminan bahwa diri kita yang dha`if ini lebih baik dari orang yang kita lecehkan. Bisa jadi, dalam pandangan manusia, seseorang itu jelek fisiknya, melarat namun dia malah mendapatkan kemulian dari kekurangannya tersebut. Itu sebabnya baginda Nabi saw menerangkan dalam sebuah haditsnya :
الفُقَرَاءُ جُلَسَاءُ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Orang-orang fakir itu adalah “teman duduknya” Allah di hari kiamat.”

Bersandar dari hadits di atas, kita diajari ternyata kemelaratan justru menjadi sebab kemuliaan. Oleh karena itu, banyak didapati di antara hamba-hamba Allah swt yang tergolek sakit yang dengan sakitnya tersebut ia meraih derajat di sisi Allah. Sebagai contoh cukup kiranya kisah Nabi Ayyub, sosok Nabi yang ditimpa aneka macam penyakit yang ternyata mendapat kemulian. Lihat pula kabar sahabat Nabi yang bernama Imran bin Hushain, ia meraih maqam sebab kesabarannya ditimpa penyakit. Dia terkena penyakit beser hingga tergolek tidak berdaya.

Suatu ketika dia berkata kepada Nabi yang intinya meminta doa kesembuhan, “Ya Rasulullah, doakan aku ini supaya sembuh.” Nabi memberi pilihan, “Imran kalau engkau kudoakan, engkau akan disembuhkan oleh Allah tapi kalau engkau (mau) bersabar, maka malaikat mendatangimu setiap hari guna memberi salam.” Tanpa ragu-ragu lagi, Imran mengambil pilihan kedua yang ditawarkan oleh Rasul.

Mungkin, kita sering merasa iba kepada mereka yang tertimpa suatu penyakit namun sebenarnya orang yang sakit mendapatkan pangkat dari Allah. Karenanya, jangan lagi ada perasaan yang menggelayut di benak bahwa yang sehat lebih mulia daripada yang sakit; yang kaya lebih mulia daripada yang melarat. Kita sudah tahu kedudukan Imran bin Hushain yang saban hari didatangi malaikat juga kesabaran Nabi Ayyub yang diganjar dengan kedudukan mentereng di sisi-Nya, tinggal kita sekarang, masihkah sampai hati kita mengina orang lain, senangkah diri ini bila saudara kita mendapat musibah? Ibnu Abbas memberikan komentarnya tentang firman Allah :
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang Telah mereka kerjakan ada (tertulis). dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (QS. [18]:49)

Kata Ibnu Abbas, tidak meninggalkan yang kecil adalah At Tabassum bil istihza` bil Mukmin (senyuman sinis yang bernada hinaan kepada orang mukmin), dan tidak (pula) yang besar adalah Al Qahqahah (tertawa terbahak-bahak menghina orang muslim).

Dalam firman-Nya yang lain,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

HINDARI SIKAP RASIS

Allah swt berfirman dalam surah Al Hujuraat ayat 11:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Serta janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”

Untuk diketahui, ayat ini turun karena ada segelintir orang menghina sahabat Nabi semisal Bilal, `Ammar bin Yasir, Salman Al Farisi, Mus`ab bin `Umair, Shuhaib Al Rumi, sebagai golongan orang-orang yang melarat. Mereka menganggap golongan Abu Lahab, Abu Jahal adalah lebih mulia. Mereka lupa kemuliaan itu adalah dengan iman. Berkata seorang penyair :
لَقَدْ رَفَعَ الإِسْلاَمُ سَلْمَانَ فَارِسٍ *وَقَدْ وَضَعَ الشِّرْكُ النَّسِيْبَ أبَاَ لَهَبٍ

Sungguh Islam telah mengangkat derajat kemulian Salman Al Farisi

Sedang kemusyrikkan telah meluluhlantakan kemulian nasab si Abu Lahab

Sudah saatnya kita tanggalkan sikap menghina seseorang tersebab kesukuan, kebangsaan, warna kulit, dan tampilan luarnya. Toh, yang wajahnya tampan dan cantik, paling tidak untuk sekarang ini, belum tentu berlanjut di kemudian hari. Begitu pula yang kini merasa sehat belum tentu besok juga demikian.

Di lain kesempatan, Rasul saw bersabda :

“Cukup sebagai perbuatan jelek bagi seseorang itu dengan menghina saudaranya yang muslim”.

Di antara sahabat-sahabat Nabi ada yang disebut Ashhabus Suffah, mereka tidak punya rumah, pekerjaan tidak ada, tidurnya di pelataran masjid –meminjam istilah orang sekarang- “kaum gelandangan”. Tapi bagaimana Allah berpesan kepada Nabi tentang mereka:

“Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.(QS.[18]: 28)

Menghargai Kebaikan

Alih-alih Rasul menghina orang, sekelas makanan pun tak pernah menjadi sasaran hinaan beliau. Semua yang keluar dari mulut Rasul adalah bersih, penuh dengan samudera hikmah, tidak ada cacian sama sekali. Diriwayatkan:
مَا عَابَ النَّبِيُّ طَعَامًا قَطُّ إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Nabi sama sekali tidak pernah menghina satu makanan. Bila beliau suka beliau makan, bila tidak beliau tinggalkan (tidak memakannya).”

Ketika Rasul masuk ke salah satu rumah istrinya, beliau bertanya : “Apakah ada makanan?”

“Oh, ada ya Rasulullah, roti gandum

”Apa ada kuanya?”.

“Tidak ada.”

“Apa yang ada?”

“Hanya cukak.”

Rasul berkata, “Kua yang paling nikmat adalah cukak.”

Memang Islam tidak merestui penghinaan kepada siapa saja. Islam mengajarkan untuk menghargai orang lain. Islam juga memerintahkan untuk melihat kebaikan bukan pada siapa dirinya di masa lalu.
مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ قَدْ تَابَ مِنْهُ لَمْ يَمُتْ حَتىَّ يَعْمَلَهُ (حديث)

“Barangsiapa menjelek-jelekkan saudaranya perbuatan dosa yang ia sudah taubat darinya, tidaklah ia mati sampai ia melakukan dosa tersebut.”

Seperti terlampir dalam altar sejarah manusia agung yaitu Sayyidina Hasan ra. di mana ia pernah berjalan melewati sekelompok kaum dhu`afa yang sedang makan. Orang miskin tersebut sembari berbasa-basi mewarkan makan kepada Hasan. Hasan turun dari kendaraannya, makan bersama mereka. Kaum dhu`afa kaget tidak kepalang. Pikir mereka, “Orang yang sangat mulia sudi benar duduk bersama kita.”

Akhirnya, Hasan mengundang mereka untuk datang ke rumahnya keesokan harinya. Esok harinya sudah dipersiapkan makanan yang lezat sebagai bentuk penghargaan Hasan kepada kaum dhu`afa yang telah menghargai Hasan. Beliau ingin membalas kebaikan mereka atas dirinya.

Pernah Siti Aisyah duduk bersama Nabi kemudian lewat seorang wanita yang postur tubuhnya pendek. Begitu datang, Siti Aisyah mencibir postur tubuh si wanita tadi, “Perempuan ini pendeknya segini, wahai Rasul.” Nabi tidak suka pernyataan Aisyah dan memberi tanggapan serius, “Bekas omonganmu jika ditunjukkan hakikatnya dengan kamu ludahkan ke lautan, maka lautan tersebut akan mengeluarkan bau anyir.”

Perhatikan tanggapan serius Nabi tersebut. Celakanya, cacian sekarang dijadikan “madzhab”. Namanya “madzhab” mencaci. Yang dicaci adalah para sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali; yang dicaci adalah kaum shalihin, Imam Ghazali, Syekh Abdulkadir Al Jailani. Makanan saja tidak boleh dicaci apalagi Sayidina abu Bakar dan sahabat lainnya. Ali Akbar bin Agil


[diambil dari forum santri ssunniyah salafiyyah]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Benarkah membaca Yasin hanyalah hadits dhoif?

Diantara dalil membaca Surat Yasin untuk orang yang meninggal, hadits Nabi Saw :
” اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ ” رواه ابو داود وصححه ابن حبان

“Bacalah yasin kepada orang-orang mati diantara kalian” {HR. Abu Dawud jilid 8/385}, hadist ini disahkan oleh Ibn Hibban.

Pendapat Abu Hatim dan sebagian ulama’ lainnya “ sunnah dibacakan Yasin, ketika menjelang kematian (sakarotul maut) karena Surat Yasin menceritakan kiamat, tauhid dan kisah-kisah umat terdahulu”. Namun menurut Ibn Rif’ah, dianjurkan membacanya setelah meninggal. Oleh karena itu lebih utama menggabung keduanya (membacanya di waktu sakarotul maut dan setelah meninggal). {Faidul Qodir juz 2 hal. 86}

Sebagian pendapat hadist ini do’if, namun tetap bisa diamalkan karena didukung oleh hadist lain yang kuat tentang sampainya pahala bacaan kepada mayyit

Pahala bacaan sampai kepada mayyit

Wasiat Ibn Umar dalam kitab Syarh Aqidah Thahawiyah hal : 458
نقل عن ابن عمر رضي الله عنه انه اوصى ان يقرأ على قبره وقت الدفن بفواتح سورة البقرة وخواتمها ونقل ايضا عن بعض المهاجرين قرائته سورة البقرة

“diriwayatkan Ibn Umar ra. berwasiat agar dibacakan awal surat Al-Baqarah dan akhirnya di atas kuburnya seusai pemakaman. Demikian juga dinukil dari sebagian shahabat Muhajirin adanya pembacaan surat Al-Baqarah”.

Hadist ini menjadi dasar pendapat Muhammad bin Hasan dan Ahmad bin Hambal padahal Imam Ahmad sebelumnya pernah mengingkari sampainya pahala dari orang yang hidup kepada orang yang sudah mati. Namun setelah beliau mendengar dari orang-orang yang terpercaya tentang wasiat ibnu Umar, Beliaupun mencabut pengingkarannya. [Mukhtasar Tazkirah Qurtubi hal.25].

Disebutkan imam Ahmad bin Hambal berkata : ” sampai kepada mayyit [ pahala ] setiap kebaikan karena adanya nash–nash yang menerangkannya dan juga kaum muslimin berkumpul di setiap negeri untuk membaca alquran dan menghadiahkan (pahalanya) kepada mereka yang sudah meninggal. Hal ini terjadi tanpa ada yang mengingkari ,maka jadilah ijma’ (Yas’aluunaka fid din wal hayat oleh Dr.Ahmad Syarbasi jilid III/423)

Hadis dalam sunan Baihaqi dengan isnad hasan :
أن ابن عمر إستحب أن يقرأ على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة وخاتمها

“ sesungguhnya Ibnu Umar menganjurkan untuk dibacakan awal surat al-Baqoroh dan akhirnya diatas kuburan seusai pemakaman”

Hadist ini mirip dengan wasiat Ibn Umar, bahkan di sini dinyatakan dianjurkan.

Hadist riwayat Daruquthni :
من دخل القبور فقرأ قل هو الله أحد إحدى عشرة مرة ثم وهب ثوابها للأموات أعطي من الأجر بعدد الأموات

“barang siapa masuk ke pekuburan lalu membaca surat Al-Ikhlas 11 kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada para mayit (dikuburan itu) maka ia diberi pahala sebanyak orang yang mati di tempat itu“

Hadist marfu’ riwayat Hafiz as-Salafi :
من مر بالمقابر فقرأ قل هو الله إحدى عشرة مرة ثم وهب أجره للأموات أعطي من الأجر بعدد الأموات

barang siapa melewati pekuburan lalu membaca surat Al-Ikhlas 11 kali kemudian menghadiahkan pahalanya kepada para mayit (dikuburan itu) maka ia akan diberi pahala sebanyak orang yang mati disitu “ (mukhtasar Al-Qurtubi hal. 26)

Syaikh Muhammad Makhluf, (mantan mufti mesir) berkata : “Tokoh-tokoh madzhab Hanafi berpendapat setiap orang melakukan ibadah baik sedekah atau bacaan al Qur’an atau lainnya dari macam-macam kebaikan, dapat dihadiahkan pahalanya kepada orang lain dan pahala itu akan sampai kepadanya”.

Syaik Ali Ma’sum berkata : “dalam madzhab Maliki tidak ada khilaf akan sampainya pahala sedekah kepada mayyit. Namun ada khilaf pada bacaan al Qur’an untuk mayyit . Menurut dasar Madzhab hukumnya makruh. Para ulama’-ulama’ muta’akhirin berpendapat boleh melakukannya dan menjadi dasar untuk diamalkan. Dengan demikian maka pahala bacaan tersebut sampai kepada mayyit. Ibn Farhun menukil bahwa pendapat akhir inilah yang rojih dan kuat”. [Hujjatu ahlis sunnah Wal jama’ah hal.15]

Dalam kitab Al-Majmu’ jilid 15/522 : “berkata Ibn Nahwi dalam syarah minhaj : dalam madzhb Syafi’I menurut qaul yang mashur, pahala bacaan tidak sampai, tapi menurut qaul yang muhtar, sampai apabila di mohonkan kepada Allah agar disampaikan bacaan tersebut”

Imam Ibn Qoyyim al- Jauziyyah berkata “yang paling utama dihadiahkan kepada mayit adalah sedekah, istighfar, do’a untuknya dan haji atas namanya. Adapun bacaan al-Qur’an serta menghadiahkan pahalanya kepada mayit dengan cara sukarela tanpa imbalan, akan sampai kepadanya sebagaimana pahala puasa dan haji sampai kepadanya.” [Yas’alunaka fid din wal-hayat jilid I/442]

Ibn Taymiyyah pernah ditanya tentang bacaan Al-Qur’an untuk mayyit juga tasbih, tahlil, dan takbir jika dihadiahkan kepada mayyit, apakah sampai pahalanya atau tidak? Beliau menjawab sebagaimana tersebut dalam kitab beliau Majmu’ Fatawa jilid 24 hal. 324 : “sampai kepada mayyit bacaan Al-Qur’an dari keluarganya demikian tasbih, takbir serta seluruh dzikir mereka apabila mereka menghadiahkan pahalanya kepada mayyit akan sampai pula kepadanya”.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Qadha Sholat..

Qadha’ shalat adalah mengerjakan shalat di luar waktu yang telah ditentukan. Tidak disyaratkan dalam mengqadha’ shalat pada waktu yang sama dengan shalat yang ditinggalkan, seperti diperbolehkan mengqadha’ shalat dhuhur di waktu isya’ atau lainnya. Namun lebih utama tidak mengqadha shalat di waktu-waktu yang dimakruhkan, yaitu :

1. setelah shalat subuh hingga terbitnya matahari
2. ketika terbitnya matahari hingga ketinggian seukuran tombak.
3. ketika istiwa’ (posisi matahari tepat di tengah).
4. setelah shalat ashar hingga terbenamnya matahari
5. ketika menguningnya matahari mendekati terbenam hingga sempurna terbenam.

Mengqadha’ shalat dapat ditunda pelaksanaannya jika ketika meninggalkan shalat karena udzur seperti sakit, lupa, ketiduran (tanpa kesengajaan). Namun jika tanpa udzur seperti karena malas, maka wajib bersegera mengqadha’ tanpa melaksanakan amal ibadah lainnya sebelumnya (seperti shalat sunnah) kecuali untuk tidur dan mencari nafkah yang diwajibkan.

Mengqadha’ shalat jahriyah (shalat maghrib, isya’ dan subuh) di siang hari disunnahkan mengisror (melirihkan) bacaan. Sebaliknya mengqadha’ shalat sirriyah (shalat dhuhur dan ashar) di malam hari disunahkan untuk mengeraskan bacaan. Kecuali menurut Imam Mawardi tetap disunnahkan melirihkan bacaan shalat sirriyah sekalipun diqadha’ di malam hari dan mengeraskan bacaan shalat jahriyah walaupun diqadhai di siang hari.

Referensi : Almajmu’ syarh Muhadzab juz 3 hal 390

Raudhoh altholibin juz 1 hal 70

I’anah Tholibin juz 1 hal 31

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Bid'ah Dholalah

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh para ulama dalam mendefinisikan bid’ah. Perbedaan cara pendekatan para ulama disebabkan, apakah kata bid’ah selalu dikonotasikan dengan kesesatan, atau tergantung dari tercakup dan tidaknya dalam ajaran Islam. Hal ini disebabkan arti bid’ah secara bahasa adalah : sesuatu yang asing, tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW. Sehingga inti pengertian bid’ah yang sesat secara sederhana adalah: segala bentuk perbuatan atau keyakinan yang bukan bagian dari ajaran Islam, dikesankan seolah-olah bagian dari ajaran Islam, seperti membaca ayat-ayat al-Qur’an atau shalawat disertai alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan/faham kaum Mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, termasuk pula paham-paham Liberal yang marak akhir-akhir ini, dan lain-lain. Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdus Salam sebagaimana disebutkan dalam kitab tuhfatul akhwadzi juz 7 hal 34 menyatakan: “Apabila pengertian bid’ah ditinjau dari segi bahasa, maka terbagi menjadi lima hukum :

1. Haram, seperti keyakinan kaum Qodariyah dan Mu’tazilah.
2. Makruh, seperti membuat hiasan-hiasan dalam masjid.
3. Wajib, seperti belajar ilmu gramatikal bahasa arab (nahwu).
4. Sunnah, seperti membangun pesantren atau madrasah.
5. Mubah, seperti jabat tangan setelah shalat.

Alhasil, menurut Imam ‘Izzuddin, “Segala kegiatan keagamaan yang tidak ditemukan pada zaman Rasulullah SAW, hukumnya bergantung pada tercakupnya dalam salah satu kaidah hukum Islam, haram, makruh, wajib, sunnah, atau mubah. Sebagai contoh, belajar ilmu bahwu untuk menunjang dalam belajar ilmu syariat yang wajib, maka hukum belajar ilmu nahwu menjadi wajib.”.[1]

Penjelasan tentang bid’ah bisa kita ketahui dari dalil-dalil berikut :

1. Hadits riwayat sayyidatina A’isyah :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. رواه مسلم

“Dari ‘Aisyah RA. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak” HR.Muslim.

Hadits ini sering dijadikan dalil untuk melarang semua bentuk perbuatan yang tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi SAW. Padahal maksud yang sebenarnya bukanlah seperti itu. Para ulama menyatakan bahwa hadits ini sebagai larangan dalam membuat-buat hukum baru yang tidak pernah dijelaskan dalam al-Qur’an ataupun Hadits, baik secara eksplisit (jelas) atau implisit (isyarat), kemudian diyakini sebagai suatu ibadah murni kepada Allah SWT sebagai bagian dari ajaran agama. Oleh karena itu, ulama membuat beberapa kriteria dalam permasalahan bid’ah ini, yaitu :

Pertama, jika perbuatan itu memiliki dasar dalil-dalil syar’i yang kuat, baik yang parsial (juz’i) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah. Namun jika tidak ada dalil yang dapat dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.

Kedua, memperhatikan pada ajaran ulama salaf (ulama pada abad l, ll dan lll H.). Apabila sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong bid’ah.

Ketiga, dengan jalan qiyas. Yakni, mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliyah yang telah ada hukumnya dari nash al-Qur’an dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong bid’ah muharromah. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka perbuatan baru itu tergolong wajib. Dan begitu seterusnya.[2]

2. Hadits riwayat Ibn Mas’ud :
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ شَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه ابن ماجه

“Dari ‘Abdullah bin Mas’ud. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “ Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal baru. Karena perkara yang paling jelek adalah membuat hal baru . dan setiap perbuatan yang baru itu adalah bid’ah. Dan semua bid’ah itu sesat.” HR. Ibnu Majah.

Hadits inipun sering dijadikan dasar dalam memvonis bid’ah segala perkara baru yang tidak ada pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat atau tabi’in dengan pertimbangan bahwa hadits ini menggunakan kalimat kullu (semua), yang secara tekstual seolah-olah diartikan semuanya atau seluruhnya.

Namun, dalam menanggapi makna hadits ini, khususnya pada kalimat وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, terdapat perbedaan pandangan pandangan di kalangan ulama’.

Pertama, ulama’ memandang hadits ini adalah kalimat umum namun dikhususkan hanya pada sebagian saja (عام مخصوص البعض ), sehingga makna dari hadits ini adalah “bid’ah yang buruk itu sesat” . Hal ini didasarkan pada kalimat kullu, karena pada hakikatnya tidak semua kullu berarti seluruh atau semua, adakalanya berarti kebanyakan (sebagian besar). Sebagaimana contoh-contoh berikut :

* Al-Qu’an surat Al-Anbiya’ ; 30 :

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” QS. Al-Anbiya’:30.

Meskipun ayat ini menggunakan kalimat kullu, namun tidak berarti semua makhluk hidup diciptakan dari air. Sebagaimana disebutkan dalam ayat al-Qur’an berikut ini:

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ

“Dan Allah SWT menciptakan Jin dari percikan api yang menyala”. QS. Ar-Rahman:15.

Begitu juga para malaikat, tidaklah Allah ciptakan dari air.

* Hadits riwayat Imam Ahmad :

عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ

Dari al-Asyari berkata: “ Rasulullah SAW bersabda: “ setiap mata berzina” (musnad Imam Ahmad)

Sekalipun hadits di atas menggunakan kata kullu, namun bukan bermakna keseluruhan/semua, akan tetapi bermakna sebagian, yaitu mata yang melihat kepada ajnabiyah.

Kedua, ulama’ menetapkan sifat umum dalam kalimat kullu, namun mengarahkan pengertian bid’ah secara syar’iyah yaitu perkara baru yang tidak didapatkan di masa Rasulullah SAW, dan tidak ada sandarannya sama sekali dalam usul hukum syariat. Telah kita ketahui bahwa perkara yang bertentangan dengan syariat baik secara umum atau isi yang terkandung di dalamnya, maka haram dan sesat. Dengan demikian, makna hadits di atas adalah setiap perkara baru yang bertentangan dengan syariat adalah sesat, bukan berarti semua perkara baru adalah sesat walaupun tidak bertentangan dengan syai’at.

Oleh karena itu, jelas sekali bahwa bukan semua yang tidak dilakukan di zaman Nabi adalah sesat. Terbukti, para sahabat juga melaksanakan atau mengadakan perbuatan yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, usaha menghimpun dan membukukan al-Qur’an, menyatukan jama’ah tarawih di masjid, adzan Jum’ah dua kali dan lain-lain. Sehingga, apabila kalimat kullu di atas diartikan keseluruhan, yang berarti semua hal-hal yang baru tersebut sesat dan dosa. Berarti para sahabat telah melakukan kesesatan dan perbuatan dosa secara kolektif (bersama). Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang pilihan yang tidak diragukan lagi keimanan dan ketaqwaannya. Bahkan diantara mereka sudah dijamin sebagai penghuni surga. Oleh karena itu, sungguh tidak dapat diterima akal, kalau para sahabat Nabi SAW yang begitu agung dan begitu luas pengetahuannya tentang al-Qur’an dan Hadits tidak mengetahuinya, apalagi tidak mengindahkan larangan Rasulullah SAW.[3]

[1] Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal. 6-8.

[2] Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal.6-7.

[3] Mawsu’ah Yusufiyyah juz ll hal 488.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

tentang Islam

Kalam Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith

Islam ialah melaksanakan dan menunaikan hukum-hukum syariat yang dibawa oleh Rasululah SAW. Islam merupakan agama yang diterima disisi Allah, dan yang dipilihkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya. Allah tidak akan meridhai agama yang selain itu. Allah SWT berfirman,

“Sesungguhnya agama (yang diterima) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. 3:19)

“Barangsiapa memeluk agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. 3:85)

“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam menjadi agama bagimu.” (QS. 5:3)

Rukun Islam ada lima dan itu merupakan pilar-pilarnya. Penjelasannya dapat ditemukan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi,

“Islam itu dibangun atas lima perkara : bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.”

Para ahli ilmu mengatakan bahwa kelima rukun Islam ini berjalan satu sama lain dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Semuanya harus dilaksanakan secara keseluruhan. Barang siapa meninggalkannya atau meninggalkan salah satu diantaranya dengan maksud membangkang terhadap kewajibannya, maka dia telah menjadi kafir. Sedangkan orang yang meninggalkan rukun Islam selain dua kalimat syahadat tanpa maksud membangkang, maka dia adalah termasuk orang fasik yang tidak sempurna Islamnya. Adapun orang yang melaksanakan kelimanya secara keseluruhan, maka dia adalah seorang muslim yang sempurna keislamannya.



["Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan, Secara Terpadu", Habib Zain Bin Sumaith, Penerbit Al-Bayan]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Setiap Majlis Perlu Adab

Di zaman ini, hanya ada sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majelis. Bahkan dalam majelis ilmu sekalipun tidak kalian temukan adab yang sempurna. Sesungguhnya rumah memiliki hak, pemilik rumah memiliki hak, teman duduk memiliki hak, dan hak itu menjadi semakin besar sewaktu duduk di hadapan orang yang berilmu.

Kau lihat seseorang membentak saudaranya karena kesalahan yang sangat kecil, seakan-akan ia adalah budaknya. Padahal makhluk itu adalah tanggungan Allah. Kakek mereka adalah Adam dan Adam berasal dari tanah, lalu apa yang akan ia sombongkan !! ([1], 332)

Setiap majelis perlu adab. Rumah perlu adab, makan perlu adab, tuan rumah perlu adab, teman duduk juga perlu adab. Kami sama sekali tidak berminat pada majelis kaum awam, karena majelis itu tidak diselenggarakan dengan adab yang mulia. Jika ada seseorang yang datang mereka berdiri dan bersalaman, atau menghentikan bacaan, padahal orang itu datang tidak lain untuk mendengarkan. Jika datang seorang lelaki yang terpandang mereka bangun dan berkata, “Silahkan, kemari.Dan yang lain berkata, “Silahkan, kemari!" Orang yang duduk di sampingmu mengipasimu.
Gerakan-gerakan mereka dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis.

Keberkahan majelis bisa diharapkan apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi, keberkahan majelis itu intinya adalah adab. Sedang adab dan pengagungan (ta’dûŠ) letaknya di hati. ([1], 355-356)

Kadang kala aku memaksakan diri untuk berbicara tentang berbagai hal yang sebenarnya tidak pantas dibicarakan di majelisku; sebenarnya aku sama sekali tidak ingin membicarakannya. Namun, demi mengambil hati orang-orang yang duduk bersamaku, maka kupaksakan diriku untuk berbuat demikian. ([2], 518)



Referensi :
1. Kunuzus Sa’adatil Abadiah, Habib Muhsin bin Abdullah Assegaf.
2. Jawahirul Anfas Fi Ma Yurdhi Rabban Nas, Habib Umar bin Muhammad Maulakhaela, juz.1.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tawadhu'

Berkata Sayyidina Al-Imam Al-Arif billah Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad ra:
Pada suatu waktu Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi hadir di satu majlis yang dihadiri oleh para tokoh auliya dan ulama pada zamannya. Di antara yang hadir disitu adalah Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi :
“Pada saat itu terlintas di hatiku ingin berbicara di majlis itu atau berceramah dengan niat dakwah ilallah.”

Kemudian aku menoleh dan kulihat disitu ada Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya, maka aku berkata pada diriku :
“Bagaimana aku berani berbicara sedangkan Al-Habib Abubakar bin Umar hadir di majlis ini. Lalu aku memohon kepada Allah agar apa-apa yang aku niatkan untuk memberi manfaat kepada hadirin disampaikan kepada mereka yang hadir.”

Selanjutnya berkata Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad :
“Ini semua adalah karena sifat tawadhu’ dari Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi terhadap Al-Habib Abubakar bin Umar Bin Yahya sehingga beliau mengurungkan keinginannya untuk berbicara di majlis itu.”

Ketika selesai dari majlis tersebut, berkata Al-Habib Abubakar bin umar Bin Yahya kepada Al-Habib Muhammad bin Idrus :
“Ya Muhammad, apa-apa yang engkau niatkan untuk memberi manfaat dan nasehat di majlis tadi telah disampaikan oleh Allah ke dalam hati para hadirin.”



[Diambil dari kitab Al-Fawaaid Ad-Durriyah min Al-Anfaas Al-Haddadiyah, kumpulan kalam Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Adab Mendengarkan Pembicaraan

Kalam Al-Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus

Wahai saudaraku, beradablah ketika mendengarkan pembicaraan. Janganlah sekali-kali kamu hentikan atau dan sangkal ucapan seseorang di hadapan khalayak ramai. Perbuatan itu sangat buruk. Jika temanmu salah, dan kesalahannya tidak membahayakan, maka maafkanlah.

Jangan kamu tunjukkan kesalahannya di hadapan orang banyak. Jika ingin menegur kesalahannya, tunggulah hingga tinggal kalian berdua. Jika kesalahannya adalah kesalahan yang wajib dikoreksi di hadapan orang banyak agar tidak mempengaruhi pikiran mereka, maka lakukanlah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang, jangan dengan kasar. Jika teguran itu membuatnya malu, maka itu adalah salahnya sendiri. Dia yang berbuat, (dia harus berani menanggung akibatnya).

Jika kamu seorang pemimpin dan pemuka masyarakat, bicaralah dengan lemah lembut, tenagkanlah nafs-mu, jauhilah sikap ujub dan tajjabur (sombong). Sebab, sikap itu akan memadamkan cahaya dan kilauan ilmumu. Jika kamu ingin selalu senang (rohah), memperoleh pujian dan pahala, maka jangan debat lawan bicaramu, dan jangan mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan kaum sholihin. Jika ucapanmu disangkal, tetaplah berteguh hati, jangan mengeluh. Jika kamu temui hal-hal yang tidak kamu sukai, maka tanggunglah perasaan itu dan jangan membalas, karena yang demikian itu adalah sikap orang-orang yang teguh dan suka ber-riyadhoh; sikap kaum sholihin yang kuat. Betapa banyak ucapan yang jawabannya adalah diam. Seorang penyair berkata:
Tidak semua ucapan perlu jawaban,
‘tuk ucapan yang kau benci, diamlah jawabnya..


[Diambil dari Memahami Hawa Nafsu, Sayid Muhammad bin Abdullah Alaydrus, hal. 31, cetakan I, 2000, penerbit Putera Riyadi, Solo]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

dua kalimat syahadat

Kalam Al-Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith


Rukun pertama dari kelima rukun Islam ialah dua kalimat syahadat. Untuk sahnya Islam, tidak bisa tidak, seseorang harus mengucapkanya secara urut dan disertai dengan memahami maknanya.

Pengertian bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah ialah,
“Aku mengetahui dan menyakini dalam hatiku secara kuat, dan menjelaskan kepada orang lain bahwa tiada dzat yang berhak disembah di alam semesta ini kecuali Allah yang Maha Esa. Dan bahwasannya Dia tidak membutuhkan siapa pun, tetapi yang selain Allah tubuh kepada-Nya. Allah disifati dengan semua sifat sempurna dan disucikan dari semua sifat kurang, dari hal-hal lain seperti itu yang terlintas dalam hati. Dia tidak beristri dan tidak pula beranak. Dan tidak ada satupun makhluk yang bisa menyamai-Nya dalam dzat, sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya.”

Adapun pengertian bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah ialah,
“Aku mengetahui dan menyakini dalam hatiku secara kuat dan menjelaskannya kepada orang lain bahwa junjungan kita Muhammad bin Abdullah adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, yang diutus-Nya kepada seluruh makhluk-Nya, yang benar dalam segala apa yang ia sampaikan dari Allah. Seluruh makhluk-Nya wajib membenarkan dan mengikutinya. Haram bagi mereka untuk mendustakan dan menentangnya. Barangsiapa mendustakannya, maka dia zalim dan kafir, dan barangsiapa menyalahi petunjuknya, dia adalah berbuat maksiat dan pasti merugi.”


["Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan, Secara Terpadu", Habib Zain Bin Sumaith, Penerbit Al-Bayan]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments